Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah, kerugiannya adalah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailibilitasnya (tabel 01), obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita (tidak bisa dilakukan pada pasien koma).
Absorpsi obat
melalui saluran cerna pada umumnya tarjadi secara difusi pasif karena itu absorpsi
mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak . Absorpsi
obat di usus halus selalu lebih cepat dibandingkan dilambung karena permukaan
epitel usus halus lebih jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung.
Selain itu, epitel lambung tertutup
lapisan mukus yang tebal dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi. Oleh karena
itu, peningkatan kecepatan pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan
absorpsi obat, begitu juga sebaliknya. Akan
tetapi , perubahan dalam kecepatan pengosongan lambung atau motilitas saluran
cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat yang di aborpsi atau yang
mencapai sirkulasi sistemik kecuali pada
tiga hal berikut :
- Obat yang absorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan usus (misalnya digoksin, difenilhidantoin, prednison) memerlikanwaktu transit dalam saluran cerna yang cukup panjang untuk kelengkapan absoprsinya.
- Sediaan salut enterik atau sediaan lepas lambat yang absorpsinya kurang baik atau inkonsisten akibat penglepasan obat di lingkungan berbeda, memerlukan waktu transit yang lama dalam usus untuk meningkatkan jumlah obat yang diserap.
- Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran cerna, misalnya penisiline G dan eritromisin oleh asam lambung, levodopa dan klorpromazin oleh enzim dalam dinding saluran cerna, pengosongan lambung dan transit gastrointestinal yang lambat akan mengurangi jumlah obat yang diserap untuk mencapai sirkulasi sistemik. Untuk obat yang waktu paruh eliminasinya pendek misal prokainamid, perlambatan absorpsi akan menyebabkan kadar terapi tidak dapat dicapai, meskipun jumlah absorpsinya tidak berkurang.
Absorpsi secara
transport aktif terjadi terutam diusus halus untuk zat-zat makanan yaitu
glukosa dan gula lain, asam amino, basa purin dan pirimidin, mineral, dan
beberapa vitamin. Cara ini juag terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya
mirip struktur zat makanan tersebut, misalnya levodopa, metildopa,
6-merkaptopurin, dan 5- fluorourasil.
Kecepatan
absorpsi obat bentuk padat ditentukan oleh kecepatan disintegrasi dan
disolusinya sehingga tablet yang dibuat oleh pabrik yang berbeda dapat berbeda
pula bioavailibilitasnya. Adakalanya sengaja dibuat sediaan waktu disolusinya
lebih lama untuk memperpanjang masa absorpsi sehingga obat dapat diberikan
dengan interval lebih lama. Sediaan ini disebut sediaan lepas lambat
(sustained-release). Obat yang dirusak oleh asam lambung atau yang menyebabkan
iritasi lambung sengaja dibuat tidak terdisintegrasi di lambung yaitu sebagai
sediaan salut enterik (enteric-coated).
Absorpsi dapat
pula terjadi di mukosa mulut dan rektum walaupun permukaan absorpsinya tidak
terlalu luas. Nitogliserin adalah obat yang sangat poten dan larut baik dalam
lemak maka pemberian sublingual atau perkutan sudah cukup untuk menimbulkan
efek. Selain itu, obat terhindar dari metabolisme lintas pertama di hati karena
aliran darah dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung ke vena kava
superior. Peberian per rektal sering diperlukan pada penderita yang muntah-muntah,
tidak sadar, dan pasca bedah. Metabolisme lintas pertama di hati lebih sedikit
dibandingkan dengan pemberian per oral karena hanya sekitar 50% obat yang
diabsorpsi dari rektum akan melalui sirkulasi portal. Namun banyak obat yang
mengiritasi mukosa rektum, dan absorpsi di sana sering tidak lengkap dan tidak
teratur.
No comments:
Post a Comment
silakan menggunakan hati nurani dan tidak mengandung sara, sex dan politik